TANTANGAN INDUSTRI MEDIA DI TENGAH TEKANAN PUBLIK



Investigator-news.id // Setelah gelombang seruan boikot Trans7 mencuat di media sosial buntut tayangan program Xpose Uncensored yang dinilai menghina kiai dan pesantren, kini publik mulai menelusuri lebih jauh: Trans7 di bawah naungan siapa sebenarnya? Pertanyaan ini ramai berseliweran di kolom komentar dan forum digital, menunjukkan bahwa perhatian publik tidak hanya tertuju pada program yang dipersoalkan, tetapi juga pada struktur kepemilikan media tersebut.


Secara resmi, Trans7 berada di bawah naungan Transmedia, sebuah sub-holding dari CT Corp—konglomerasi besar milik pengusaha Chairul Tanjung. Transmedia membawahi beberapa unit bisnis media strategis seperti Trans TV, Trans7. Dengan portofolio media yang cukup luas, Transmedia menjadi salah satu pemain dominan dalam peta industri televisi nasional.


Trans7 sendiri awalnya dikenal dengan nama TV7, sebelum akhirnya diakuisisi dan resmi bergabung dengan keluarga besar Transmedia. Pergantian nama menjadi Trans7 bukan sekadar rebranding, tetapi momentum kebangkitan mereka di industri televisi free to air. Kini, bersama Trans TV, kedua stasiun televisi ini berada dalam kategori siaran tidak berbayar (free to air) dengan karakter program yang relatif mirip—hiburan, reality show, infotainment, dan program edukatif ringan


Transmedia dan Kendali CT Corp


Sebagai induk usaha, Transmedia berada langsung di bawah kendali CT Corp. Chairul Tanjung dikenal sebagai figur pengusaha dengan filosofi bisnis agresif dan ekspansif. Dengan kekuatan modal dan jaringan yang kuat, CT Corp berhasil menempatkan Transmedia sebagai pemain utama dalam industri media nasional.


Merujuk pada analisis parenting advantage (Campbell et al, 1995), posisi Trans TV dan Trans7 dalam struktur Transmedia dinilai berada di area heartland. Artinya, induk usaha memiliki kendali, pemahaman, dan keberpihakan strategis yang tepat terhadap dua unit bisnis ini. Transmedia dianggap memiliki feel yang cukup kuat dalam mengelola dan mengembangkan keduanya.


Publik Soroti Tanggung Jawab Moral


Namun, dalam konteks kontroversi saat ini, warganet tidak hanya menyoroti isi program Xpose, tetapi juga menuntut akuntabilitas dari level perusahaan induk. Banyak yang menilai, jika Trans7 berada di bawah naungan Transmedia dan CT Corp, maka evaluasi tidak hanya cukup dilakukan di tingkat program atau redaksi saja.


“Kalau Trans7 bagian dari CT Corp, berarti tanggung jawab moral juga harus sampai ke atas. Jangan cuma minta maaf dari program, tapi dari manajemen tertinggi,” tulis salah satu warganet di platform X.


Sentimen seperti ini menunjukkan bahwa seruan boikot Trans7 mulai berkembang menjadi pertanyaan lebih serius soal tata kelola, etika media, dan sensitivitas perusahaan induk terhadap kultur keagamaan dan pesantren. Publik menuntut agar perusahaan sebesar CT Corp tidak menutup mata terhadap konten yang berpotensi memicu konflik sosial dan religius.


TANTANGAN INDUSTRI MEDIA DI TENGAH TEKANAN PUBLIK 


Di tengah persaingan ketat industri media, Transmedia harus mampu menjaga keseimbangan antara kebutuhan rating dan tanggung jawab sosial. Dengan munculnya tagar #BoikotTrans7, tekanan publik jelas menjadi sinyal serius bahwa konten televisi tidak boleh lagi lepas dari kontrol nilai dan etika. 


Reporter Ojat 

Redaksi investigator-news.id

Terimakasih sudah membaca website kami 

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama